Wednesday, 26 November 2014

Kondisi Lingkungan di Daerah Jakarta Utara

Jakarta Utara merupakan sebuah kota administrasi yang masuk dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah Kota Jakarta Utara mencapai 146,66 km2 yang meliputi enam kecamatan, yaitu Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priuk, Koja, dan Cilincing. Kecamatan yang paling luas ialah Penjaringan meliputi 30,96 persen wilayah Jakarta Utara.

Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta menilai bahwa kondisi lingkungan Jakarta dalam keadaan krisis. Hal tersebut disebabkan oleh pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang umumnya berasal dari kegiatan industri, pemukiman, perkantoran, jasa akomodasi dan kegiatan masyarakat. Selain itu, penanganan air bersih dan air limbah, serta kondisi hidrologi kota Jakarta juga cukup mencemaskan.

Kerusakan lingkungan ditandai dengan berkurangnya daerah resapan air, menyusutnya areal terbuka hijau (RT), kerusakan area terbuka biru (sungai, situ, saluran air, dan perairan pantai), eksploitasi air bawah tanah dengan berbagai dampak negatifnya (penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, dan sebagainya), abrasi pantai akibat berkurangnya hutan Mangrove di pantai utara, serta sistem drainase kota yang buruk.

Kehilangan ekosistem mangrove di Teluk Jakarta mempunyai dampak ekologi yang sangat serius dan untuk selanjutnya akan menurunkan pendapatan masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada sumberdaya perairan laut. Dampaknya dari sudut energy dan bahan, ekosistem mangrove merupakan suatu system yang terbuka. Adapun dampak negative lainnya yaitu peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi dataran, akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainnya rawan tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati, area persawahan sudah jtidak bisa di gunakan untuk bercocok tanam hal ini banyak terjadi diwilayah pedesaan pinggir pantai, musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu, apabila gangguan dilakukan dalam jumlah besar maka dapat mempengaruhi perubahan cuara serta kerusakan planet bumi secara total dan pencemaran laut akibat kegiatan di area reklamasi dapat menyebabkan ikan mati sehingga nelayan kehilangan pekerjaan.

Kegiatan reklamasi pantai dan laut dengan melakukan penimbunan pada wilayah pantai dan laut merupakan hal yang baru dikenal di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang melakukan reklamasi pantai, dalam waktu dua puluh tahunan belakangan ini. bibir pantai Marunda di Jakarta bergeser terus oleh abrasi ombak pantai akibat menghilangnya hutan mangrove. Kegiatan reklamasi dengan pengurugan akan merubah kondisi ekologi lingkungan mangrove yang menghendaki syarat-syarat tertentu terhadap kadar garam, pasang surut air laut dan pelumpuran. Kemunduran dan hilangnya ekosistem mangrove secara keseluruhan akan mempunyai dampak berupa hilangnya fungsi hutan mangrove baik terhadap kondisi biologi dan sebagainya. Secara langsung pengaruhnya yang negative terhadap hutan mangrove saat ini luas dan penyebarannya sangat terbatas, yaitu terhadap hutan mangrove yang berada pada tepi pantai Proyek Pantai Indah Kapuk dengan status hutan lindung pantai dan hutan mangrove Cagar Alam Muara Angke.

No comments:

Post a Comment